Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang Menciptakan (QS.Al-Alaq:1)

Kamis, 28 November 2013

Suatu Catatan antara Shalat, Murtad, dan Pernikahan


Dalam buku Memaknai Kerja karya Dr.Yuslam Fauzi, ada ibadah ritual dan ibadah sosial. Ibadah ritual itu seperti salat, mengaji, dsb. Sedangkan ibadah social itu seperti sedekah, sopan santun, dsb.

Sebagian orang ada yang menganggap ibadah social lebih penting daripada ibadah ritual…bagi saya, hal ini adalah salah besar. Karena bagi saya, keduanya penting. Keduanya harus berjalan beriringan.

Ada riwayat yang menyatakan bahwa seseorang yang rajin salat wajib&sunnah, shaum, mengaji, tetapi suka menyakiti orang lain/tetangganya, maka ia di neraka, sedangkan seseorang yang shalatnya biasa saja (tapi tetep shalat ya, minimal yang wajibnya, hehe), jarang shaum sunnah, mengaji biasa saja, tetapi tidak pernah menyakiti orang lain, maka ia tempatnya di surga. (Wallahu’alam)

Shalat adalah kewajiban bagi muslim. Anda mengaku islam? Shalat lah. Ada hadist yang menyatakan bahwa pembeda muslim dan kafir adalah shalat (Wallahu’alam).

Shalat sangat penting kedudukannya dalam Islam, saking pentingnya, ada hadist yang menyatakan bahwa, saat hari peng-hisab-an nanti, jika shalatnya bagus, maka bagus juga amal lainnya (atau amal lain akan terbawa bagus), sedangkan jika shalatnya jelek, maka jelek pula amal lainnya (atau amal lainnya akan terbawa jelek). (Wallahu’alam)

Bro&Sis, ada beberapa yang perlu diperhatikan mengenai hal ini.

Pertama, murtadkah seseorang yang meninggalkan shalat?

Ada beberapa pendapat ulama tentang ini, yang pertama berpendapat bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat (baik mengakui atau tidak mengakui bahwa shalat itu wajib), maka dia telah kafir/murtad.

Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat namun masih mengakui kewajibannya (jadi gak shalat cuma karena males gitu), maka dia masih muslim, namun fasik.

Nah, untuk orang yang enggak shalat dan mengingkari kewajiban shalat, maka hampir semua ulama sepakat mengenai kekafirannya/murtad.

Kedua, sah kah orang yang meninggalkan shalat, menjadi Wali Nikah?

Hal ini berkaitan dengan status keislaman dari orang yang meninggalkan shalat. Bro&Sis tinggal memilih meyakini pendapat pertama atau pendapat kedua. Masing-masing pendapat ada ulama yang memperjuangkannya, dan tentu ulama-ulama tersebut punya dalil-dalil yang tidak bisa seenak jidat diabaikan. (silakan googling untuk info lebih lanjut J).Yang jelas, orang kafir tidak sah menjadi imam/wali dari orang muslim.

Dalam konteks percintaan saat ini, jika bro menyukai perempuan sedangkan bapak dari perempuan tsb tidak pernah salat atau bahkan mengingkari kewajiban shalat…hendaklah berpikir dua kali masbro, soalnya kalo dipaksakan, khawatir pernikahannya gak sah (karena akadnya aja gak sah, kenapa gak sah? Kan wali nikah nya “bermasalah”), dan hubungan yang terjadi (maaf) seumur hidup dilabeli zina, dan tentu sangat berdosa.

Ketiga, hukum menikah beda agama?
Pria boleh menikahi ahli kitab, sedangkan wanita tidak boleh menikah dengan non-muslim. Pokoknya untuk wanita, tidak boleh menikah dengan non-muslim, titik (silakan googling untuk info lebih lanjut J). Untuk pria, boleh menikahi ahli kitab. Namun definisi “ahli kitab” untuk saat ini masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Rasulullah pernah bersabda yang intinya menyatakan bahwa pilihlah pasangan berdasarkan agamanya. So, kalo ada wanita muslimah dan ahli kitab, manakah yang Anda pilih?

Ini pendapat saya, pendapat Anda? Ya terserah Anda, no offense, peace :)
--------------
So, buat bro, pastikan diri anda, calon pasangan anda, dan calon mertua anda adalah ahli salat (yang penting salat wajib minimal)
Buat sis, pastikan anda, calon pasangan anda, dan ayah/wali anda adalah ahli shalat
Dan buat para ayah, pastikan anda, anak anda, dan calon menantu anda adalah ahli shalat..


Rabu, 27 November 2013

Suatu Catatan Tentang Perdukunan di Indonesia



Zaman sekarang, praktek perdukunan masih merajarela. Kalo dulu praktek perdukunan menggunakan cara konvensional (maksudnya pasien datang ke dukun langsung, terus disembur aer dari mulut, dan sebagainya). Kalo sekarang praktek perdukunan semakin canggih, bahkan melalui sms , hehe

(ternyata globalisasi, modernisasi, tidak hanya merambah bidang epoleksosbud, tapi juga merambah dunia metafisika, hehe)

Istilah mengenai ‘perdukunan’, sangat dekat dengan istilah ‘sihir’, ‘ilmu hitam’, ‘orang pintar’, ‘ahli supranatural’, ‘ahli nujum’,’aahli ramal’, dsb. Dalam catatan kecil ini, saya menyebutkan kata ‘perdukunan’ untuk mewakili semua istilah-istilah yang berdekatan/berkaitan dengan itu.

Zaman sekarang, dukun tidak selalu berpakaian menyeramkan layaknya di film-film (baju hitam, celana hitam, cincin hitam, pokoknya serba hitam…bahkan anak emo yang ngaku gothic aja kalah :p), melainkan berpakaian layaknya kiyai, atau ustadz, atau ulama, dsb…lengkap dengan sorban dan tasbihnya…cihuy pisan pokoknya mah…

Dalam praktiknya mereka biasa memberikan “sesuatu” untuk disimpan atau diamalkan, layaknya keris, atau “isim” (semacam kertas yang bertuliskan tulisan arab dengan tinta khusus warna merah, klo gak salah semacam inai merah gitu). Si dukun memerintahkan menyimpan isim itu di tempat tertentu atau dibawa kemana-mana. Atau mereka juga biasanya memberikan amalan2 tertentu untuk dibaca, seperti zikir-zikir tertentu sekian puluh kali, atau dalam jumlah tertentu.

Kalo jimat berbentuk keris, boneka, dsb mungkin dengan lantang orang mudah mengatakan “musyrik!”, “syirik!”, dan sebagainya. Tapi kalo dikasih jimat berupa “isim” bertuliskan arab atau “amalan-amalan” tertentu yang berkaitan dengan zikir dan sebagainya, tidak semua orang berani mengatakan bahwa itu adalah musyrik atau syirik. Banyak yang ragu-ragu karena ada tulisan arab di isim-nya atau karena itu adalah zikir, dan juga mungkin ada beberapa penyebab keraguan lainnya.

Mengenai isim, saya pribadi menganggapnya itu adalah “jimat”, dan saya pernah baca hadist yang melarang menggunakan jimat (penasaran? Silakan googling sendiri :)). Dan kalo seseorang mati sedang dia masih menggunakan jimat, sungguh merugi lah ia, dan dikhawatirkan meninggalkan dalam keadaan menyekutukan Allah. (Nah kalo meninggal dalam keadaan menyekutukan Allah, dikhawatirkan akan kekal di neraka, Na’udzubillah).

Mengenai amalan-amalan berupa zikir-zikir tertentu yang tidak jelas asal-usul ketentuannya, meskipun terlihat baik, namun saya pribadi menganggapnya itu adalah syubhat (meragukan). Apalagi kalo ampe menuhankan zikir dan mengesampingkan Allah, Naudzubillah. Khusus mengenai ini, jujur saya tidak suka baca amalan-amalan tertentu tanpa ada asal-usul yang jelas baik dari Quran atau Sunnah. Terserah kalo anda suka mengamalkan amalan-amalan tertentu dari mbah ini, mbah itu, kiyai ini, kiyai itu, tanpa jelas asal-usul ketentuannya…ini hanya masalah selera…misalnya: anda suka jengkol atau pete, sedangkan saya tidak suka, maka anda jangan paksa saya makan jengkol atau pete, begitu pula saya, saya tidak akan memaksa anda untuk membenci jengkol dan pete.

Dalam catatan ini, inilah pendapat saya, pemikiran anda? Ya terserah anda, saya hanya menyampaikan walau 1 ayat :)
-----------
Untuk zikir-zikir, saya sarankan anda membaca Al Matsuraat karya Hasan Al Bana, disana zikir-zikir nya berasal dari Quran dan Sunnah. Insya Allah. Atau juga buku berjudul “Doa dan Zikir Nabawi” karya Syaikh Ibnu Taimiyah, ulama kelas dunia yang tidak diragukan lagi kapasitasnya. Dalam buku itu banyak terdapat zikir berdasarkan Quran dan Sunnah. Wallahu’alam.