Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang Menciptakan (QS.Al-Alaq:1)

Selasa, 10 Desember 2013

Suatu Catatan tentang Penghulu dan Pungli (?)



Saat-saat ini lagi rame banget kontroversi hati mengenai penghulu karena kasus pungli. Kalo saya nonton di berita sih biaya resmi buat bayar penghulu itu Rp 30.000,- untuk pernikahan di tempat (KUA atau Balai Nikah).

Tapi saat ini lazimnya masyarakat meminta penghulu datang ke tempat pernikahan dan melangsungkan akad disana, dan biaya yang dipatok penghulu bervariasi, antara Rp 500.000,- sampai lebih dari Rp 1 juta !!!

Bagi saya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: apakah bila penghulu mengizinkan pelaksanaan akad bukan di tempat yang ditentukan (KUA atau Balai Nikah) adalah suatu pelanggaran atau bukan? Atau memang belum diatur dalam peraturan resmi jika akad diluar KUA atau Balai Nikah? Jika belum diatur tapi dilaksanakan, bagaimana status hukumnya? Pelanggaran? Atau dianggap suatu kebijaksanaan yang tidak perlu dihukum?

Menurut saya, adalah suatu hal yang wajar kalo calon pengantin/pengantin memberi semacam “uang transport” atau “uang rokok” jika menikahnya bukan di KUA atau Balai Nikah, karena tentu mereka perlu bensin untuk ke tempat calon pengantin/pengantin, apalagi kalo tempatnya jauhhh…apalagi kalo hari libur, bukankah mereka telah mengorbankan hari liburnya? Tentu sangat pantas jika penghulu diberikan semacam “uang makan”, atau “uang jalan” atau sejenisnya…Ok mungkin ada yang bilang itu gratifikasi atau pungli atau semacamnya, tapi mbo ya punya hati nurani lah dikit, mereka udah dateng ke tempat pernikahan (diluar KUA/Balai Nikah), mereka tentu keluar biaya transport (yang seharusnya enggak sama sekali kalo nikah di KUA/Balai Nikah), apalagi kalo hari libur, mereka kan udah mengorbankan waktu libur mereka…Ya panteslah dikasih “uang tambahan” diluar biaya resmi, kalo kita ampe pelit ngasih yang tambahan, berarti kita yang kebangetan…

Jadi, menurut saya, sangat wajar penghulu meminta “uang lebih” jika menikahkannya tidak di KUA dan bahkan di hari libur, tapi tentu jumlahnya jangan sampai memberatkan pihak calon pengantin/pengantin, apalagi sampai menahan hak dari calon pengantin/pengantin. Misalkan karena hanya ngasih Rp 500.000,- (yang biasanya Rp 800.000,-) maka Buku Pengantin nya gak dikasih (kesaksian ini saya denger pas acara di TVOne Live). Nah kelakuan penghulu kayak gini yang mesti ditindak, karena menahan hak orang lain. Gak habis pikir sama penghulu kayak gini, tega banget…

Masyarakat butuh pemerintah melalui penghulu untuk menikah secara resmi di NKRI. Tapi penghulu (yang mewakili pemerintah) malah “jual mahal”. Hal ini jelas mempersulit masyarakat yang ingin menikah, apalagi masyarakat kurang mampu.

Saya yakin gak semua penghulu kayak gitu. Masih ada penghulu-penghulu yang masih memiliki hati nurani, dan gak mempersulit masyarakat yang ingin menikah. Nah, penghulu-penghulu kayak gini yang mesti diapresiasi dan dipertahankan.

Menikah kan sunnah, kalo misalkan penghulu mempersulit masyarakat melalui “tarif” nya, maka sama saja dia menghalangi sunnah. Untuk penghulu-penghulu yang “mempersulit” masyarakat yang ingin menikah, sungguh mereka tidak pantas jadi penghulu…Pantasnya mereka dipindahkan ke dinas yang mengurusi kematian, penguburan, dan semacamnya, supaya mereka inget mati…supaya kedepannya mereka gak seenak jidat mempersulit masyarakat…
--------------

Mengenang masa mahasiswa, kalo lagi santai, makan malem di depan Gerbang Lama Unpad, biasanya sama Agora, paling sering sama Ridhof dan PeDe


Banyak yang bilang, masa mahasiswa, masa paling indah...saya setuju, asal ada banyak kenangan...

Kenangan tentang dosen dan skripsi...
Kenangan tentang teman dan persahabatan
Kenangan tentang perjuangan dan keikhlasan
Kenangan tentang keterbatasan dan peluang

Sungguh ferdi bersyukut diberikan kesempatan oleh Allah untuk mencicipi kenangan-kenangan itu :)

Alhamdulillah
 (note tambahan ini ditulis, 4-1-13, di kamar, di Sukabumi, dalam kondisi hujan deras diluar, dan perut gak begitu laper karena abis minum Energen anget)
 

Kamis, 05 Desember 2013

Suatu Catatan antara Mboi, SBY, dan Kondomisasi

Publik Indonesia baru-baru ini tengah digemparkan oleh kegiatan Kemenkes yang bagi-bagi kondom gratis. Ada pihak yang mendukung, terutama yang pro seks bebas, yang pro liberal, yang pro kehidupan bebas, yang pro…stitusi, hehe… Ada juga yang menolak, terutama para ulama, dan orang-orang yang masih “waras” pemikiran dan logika nya, juga yang masih punya hati nurani.

Saya miris banget menyaksikan berita bus kondom gratis masuk kampus (UGM), malah ada sumber yang mengatakan, para pembagi kondom gratis ini membagikan kondom gratis sambil bilang (kira-kira gini), “nih jajal sama pacar kamu”, “nih jajal sama pasangan kamu”, “nih…nih…nih”

Berdasarkan hasil penelitian, hampir 80% mahasiswa kampus itu belum menikah. Dengan pembagian kondom gratis disana, siapa sasaran Kemenkes? Bukankah itu sama saja dengan menyuruh generasi muda berbuat zina.

Awalnya saya kira kebijakan-kebijakan kementrian dibuat dengan sangat matang dengan memperhatikan aspek budaya, moral, agama, dan berbagai aspek lainnya. Tapi khusus kebijakan Mboi Menteri Kemenkes ini, mencerminkan kebijakan yang ngawur dan asal-asalan. Sama sekali tidak mencerminkan kebijakan dari seorang ibu/perempuan yang intelek dan bermoral. Sangat tidak pantas menjadi Menteri maupun pembuat kebijakan. Kebijakan ini hanya merusak generasi muda.

Perhatian seharusnya tidak hanya kita arahkan pada Menteri Mboi ini, tapi juga kita arahkan pada Presiden SBY. Seharusnya SBY tidak tinggal diam melihat aksi kondom gratis ini. Kalo ada yang bilang, ‘Presiden kan urusannya banyak”, maka jawaban saya, “Kalo gak mau punya banyak urusan, jangan jadi Presiden”, hehehe….Lagian kan dia punya banyak staf ahli, kan bisa dioptimalkan.

Untuk memimpin bangsa sebesar Indonesia—dengan berbagai hal yang kompleks—, kita membutuhkan Presiden yang cepat, kuat, responsif, tegas, dan siap memikul tanggung jawab besar. Jadi tidak boleh ada alasan, “ Presiden kan sibuk, banyak urusan, dsb..”, kalo masih pake alasan gitu, mending jangan jadi Presiden…

Namanya juga Presiden, wajar kalo kurang tidur, wajar kalo banyak tekanan, karena itulah Presiden, harus kuat…
---------
Saya pernah ngeliat iklan pemerintah yang menganjurkan agar jangan menikah muda, nah kalo dikaitkan dengan pembagian kondom gratis ke generasi muda, berarti anjuran pemerintah: NIKAH MUDA DILARANG…”KAWIN” MUDA DIBOLEHKAN…asal pake kondom…
---------
Oh ya, kok DPR gak ngegunain hak interpelasi terhadap kebijakan kondom gratis ya?