Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang Menciptakan (QS.Al-Alaq:1)

Jumat, 10 Juni 2011

Cinta Rasul Pada Anak Yatim

“Barang siapa mencintai dan menyantuni anak-anak yatim, kelak akan hidup berdampingan bersamaku di surga.” (Al-Hadis).

Usai menunaikan salat Id dan bersalaman dengan para jemaah,Rasulullah SAW segera pulang. Di jalan pulang, dilihatnya anak-anak sedang bermain di halaman rumah penduduk. Mereka tampak riang gembira menyambut hari kemenangan setelah sebulan berpuasa. Pakaian mereka pun baru. Rasulullah SAW mengucap salam kepada mereka, dan serentak mereka langsung mengerubuti Rasul untuk bersalaman.

Sementara itu, tak jauh dari sana, di pojok halaman yang tak terlampau luas, tampak seorang anak kecil duduk sendirian sambil menahan tangis. Matanya lebam oleh air mata, tangisnya sesenggukan. Ia mengenakan pakaian bekas yang sudah sangat kotor penuh tambalan di sana-sini. Compang-camping.

Melihat anak kecil yang tampak tak terurus itu, Rasulullah SAW segera bergegas menghampirinya. Dengan nada suara pelan penuh kebapakan,Rasulullah SAW bersabda, ”Hai anak kecil, mengapa engkau menangis, tidak bermain bersama teman-temanmu?” Rupanya anak itu belum tahu bahwa yang menyapanya adalah Rasulullah SAW.

Dengan ekspresi wajah tanpa dosa, ia menjawab sambil menangis, ”Wahai laki-laki, ayahku telah meninggal dunia di hadapan RasulullahSAW dalam sebuah peperangan. Lalu ibuku menikah lagi dan merebut semua harta warisan. Ayah tiriku sangat kejam. Ia mengusirku dari rumah. Sekarang aku kelaparan, tidak punya makanan, minuman, pakaian, dan rumah. Dan hari ini aku melihat teman-teman berbahagia, karena semua mempunyai ayah. Aku teringat musibah yang menimpa Ayah. Oleh karena itu, aku menangis.” 

Seketika Rasulullah SAW tak kuasa menahan haru mendengar cerita sedih itu. Bulir-bulir air matanya membasahi mukanya yang suci dan putih bersih penuh kelembutan itu. Baginda Rasulullah SAW, tak kuasa menahan isak tangis beliau, air mata tertumpah sampai membasahi sebgian janggutnya. Maka Rasulullah SAW pun lalu memeluknya, tanpa memedulikan bau dan kotornya pakaian anak itu, sambil mengusap-usap dan menciumi ubun-ubun kepalanya.

Lalu sabda Rasul, ”Hai anak kecil, maukah engkau sebut aku sebagai ayah, dan Aisyah sebagai ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husein sebagai saudara laki-lakimu, Fatimah sebagai saudara perempuanmu?” Seketika raut wajah anak itu berubah cerah. Meski agak kaget, ia tampak sangat bahagia. ”Mengapa aku tidak mau, ya Rasulullah SAW?”

Hidup Berdampingan

Rasulullah SAW pun lalu membawanya pulang. Disuruhnya anak itu mandi, lalu diberikannya pakaian yang bagus dengan minyak wangi harum. Setelah itu, Rasulullah mengajaknya makan bersama. Lambat laun, kesedihan anak itu berubah menjadi kebahagiaan. Dan tak lama kemudian ia keluar dari rumah Rasul sembari tertawa-tawa gembira. Dan ia pun bermain bersama teman-teman sebayanya. 

”Sebelumnya kamu selalu menangis. Mengapa sekarang kamu sangat gembira?” tanya teman-temannya. 

Dengan gembira anak itu menjawab, “Aku semula lapar, tapi sekarang sudah kenyang, dan sekarang berpakaian bagus. Sebelumnya aku yatim, sekarang Rasulullah adalah ayahku, Aisyah ibuku, Hasan dan Husein saudaraku, Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Nah, bagaimana aku tidak bergembira?”

”Seandainya ayah kami gugur di jalan Allah dalam peperangan itu, niscaya kami menjadi seperti dia,” kata beberapa kawannya.

Namun, kebahagiaan anak yatim itu tidak berlangsung lama. Tak lama berselang beberapa waktu setelah menunaikan haji wadak, RasulullahSAW wafat. 

“Sekarang aku menjadi anak yatim lagi,” katanya ambil keluar dari rumah Rasulullah dan menaburkan debu di kepalanya karena merasa sedih. Kata-kata anak itu kebetulan terdengar oleh Abubakar Ash-Shiddiq, yang berada tak jauh dari sana. Maka ia pun lalu ditampung di rumah Abubakar.

Demikian sekelumit kisah kecintaan Rasulullah SAW kepada anak yatim di hari raya. Betapa di hari yang penuh kemenangan itu, hari raya menjadi hari yang menyedihkan – sementara nasib mereka banyak yang luput dari perhatian. Anak-anak yatim adalah makhluk yang senantiasa berpuasa dalam hidupnya, baik dalam memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani. Jangankan mengenakan pakaian baru, untuk makan sehari-hari saja sulit.

Sungguh, memperlakukan dengan baik dan menyantuni anak yatimpada hari raya – dan tentu hari-hari biasa – merupakan langkah yang mulia dan terpuji. Dalam Islam, mereka yang menyantuni anak yatimniscaya mendapat penghargaan yang sangat tinggi. Sabda Rasul, ”Barang siapa menyantuni anak yatim, dia berada di surga bersamaku seperti ini (Rasulullah mempersandingkan jari telunjuk beliau dengan dan jari tengah).” Maksudnya, hidup berdampingan dengan Rasulullah SAW di surga...

Sumber: http://www.ajisetiawan.blogspot.com
----------------------------------------------------------------
Sungguh, akhlak Rasulullah sangat mulia,
beliau mencintai kaum yang lemah
beliau mencintai kaum miskin
beliau mencintai kaum yatim
dan beliau juga mencintai orang-orang yang kurang beruntung lainnya
Rasulullah juga memerintahkan kepada kita agar mencintai mereka

Seandainya Rasulullah masih hidup sekarang, akankah Beliau SAW murka melihat para pejabat bergelimangan harta ditengah kondisi rakyatnya yang miskin?
akankah Beliau SAW murka melihat para pejabat bermewah-mewahan saat masih ada rakyatnya yang makan nasi aking?

Rasulullah adalah pembela kaum miskin
Rasulullah adalah pelindung kaum yatim
Rasulullah adalah pelita bagi para dhuafa
Beliau SAW membela orang-orang yang lemah

Untuk para penguasa yang zalim...
di Akhirat nanti...
Siapa yang akan melindungi kalian bila Allah murka kepada kalian?

Belum terlambat, kembalilah kepada Allah...
Teladanilah Rasulullah
Cintailah kaum yang lemah seperti Rasulullah mencintai mereka

Wallahu’alam
(Ferdi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar