Syariat Islam, Khilafah Islam, Negara Islam, Daulah Islamiyah adalah beberapa istilah/wacana/gagasan yang sering didengung-dengungkan beberapa kelompok Islam di dunia. Menarik disimak, karena gagasan itu sendiri menimbulkan pro dan kontra, bahkan dari kelompok Islam sendiri. Kelompok yang menolak diterapkannya Khilafah Islam biasanya disebut Kelompok Sekuler.
Berbicara mengenai sekuler, tentu berkaitan dengan sekulerisme, yaitu suatu paham/ideologi yang menolak masuknya agama ke dalam dunia politik, pemerintahan, hukum, ekonomi maupun sosial. Paham ini sangat banyak pengikutnya di dunia, termasuk di Indonesia.
Kelompok yang menolak penerapan syariat Islam di Indonesia yang paling terkenal—yang saya tahu—adalah Jaringan Islam Liberal (JIL), Libforall, dan Freedom Insttute. Kelompok-kelompok ini sangat gigih menyebarkan pemikiran sekuler mereka, terutama ke kelompok-kelompok intelektual, contohnya mahasiswa.
Yang saya amati, dari berbagai “ceramah” mereka (aktivis sekuler), mereka lebih menggunakan retorika, penalaran, dan logika dalam menyebarkan pemikiran sekuler mereka, memang sering juga mereka menggunakan dalil, namun dalil itu dipelintir sedemikian rupa—termasuk dicampur aduk dengan pemikiran-pemikiran para orientalis Islam—. Alhasil, mahasiswa-mahasiswa tertentu, terutama yang memang agak “alergi” dalil—bisa karena islamophobia atau sebab lainnya—, dengan mudah dan senang hati menerima pemikiran ini. Selain itu, kian hari memang banyak juga mahasiswa-mahasiswa yang pemikirannya jadi sekuler, padahal mereka lulusan pesantren, pintar berbahasa Arab, mengerti fiqih, dan sebagainya. Memang pendekatan yang dilakukan para aktivis sekuler sangat strategis, halus, dan kreatif , sehingga bila memang ingin menghadapi/mengganjal jalan mereka, kita pun jangan terus “diam di tempat”, jangan merasa puas dengan dalil-dalil maupun pemikiran-pemikiran yang dimiiliki, harus terus meng-update, selain update informasi, juga meng-update skill kita dalam berorasi, berdebat, menyusun strategi, dan sebagainya. Untuk menghadapi mereka, kita perlu terus memperbaiki diri, karena mereka pun sama, terus memperbaiki diri. Kita harus memikirkan banyak langkah ke depan untuk menghadapi mereka, karena mereka pun sama, memikirkan banyak langkah ke depan. Jangan sampai kita tertinggal oleh mereka.
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah Telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (Q.S.ANNISA: 61)
Ehm…
Berbicara mengenai penerapan Khilafah/Syariat Islam, setahu saya, di dunia Islam Indonesia terjadi beberapa pendapat:
1. Penerapan Khilafah/Syariat Islam selain penerapan nilai/value-nya, perlu juga penerapan secara procedural, formal-legal, dengan merujuk pada masa Kenabian maupun Khulafaurasyidin.
2. Penerapan Khilafah/Syariat Islam, yang penting penerapan nilai/value-nya. Mengenai prosedur, teknis, dan sebagainya, diserahkan kepada kemajuan zaman, namun tanpa melanggar hukum Islam itu sendiri.
3. Penerapan Khilafah/Syariat Islam tidak wajib/tidak boleh diterapkan karena beberapa sebab: (i) Indonesia adalah Negara yang plural, tidak mungkin menerapkan Khilafah/Syariat Islam karena mendiskriminasikan mereka, (ii) di dalam Islam sendiri, masih terdapat perbedaan,bila Khilafah/Syariat Islam diterapkan, maka menggunakan Islam yang mana?Yang Syafii-kah, yang Maliki-kah, yang Hambali-kah, yang Hanafi-kah, atau yang Wahhabi-kah atau mazhab-mazhab lainnya?
Dalam Al-Quran sendiri,
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Q.S. ALMAIDAH: 50)
Untuk orang-orang yang YAKIN, hukum Allah lebih baik daripada hukum Belanda, hukum Amerika, maupun hukum-hukum sekuler lainnya.
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu. ( Q.S. AT-TAUBAH:112)
Tidaklah mungkin Al Quran Ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang Telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.(Q.S. YUNUS: 37)
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata". (Q.S. AL-QASHASH: 85)
Katakanlah: "Sesungguhnya Aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. dia menerangkan yang Sebenarnya dan dia pemberi Keputusan yang paling baik".(Q.S. AL-ANAAM: 57)
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. AL-MAIDAH: 49)
Dari berbagai ayat diatas, jelas bahwa menerapkan hukum Allah adalah wajib. Dalam hal apa penerapannya? Tentu saja dalam banyak hal, seperti penerapan hukum Allah dalam pemerintahan, penerapan hukum Allah dalam perekonomian, penerapan hukum Allah dalam hukum Negara, penerapan hukum Allah dalam pergaulan hidup, penerapan hukum Allah dalam etika diri, dan penerapan hukum Allah dalam bidang-bidang lainnya. Jadi menurut saya kurang tepat jika penerapan hukum Allah hanya sebatas pada hukum perundang-undangan, penerapan hukum Allah lebih luas dari itu. Apalagi yang menyatakan bahwa penerapan hukum Allah hanya sebatas pada aspek spiritual individu saja, dan tidak boleh sampai ke tingkat Negara.
Syariat belum sempurna tanpa khilafah/Kekuasaan
Dalam Islam ada hukum perang, pembagian harta rampasan perang, hukum rajam, dan sebagainya. Bagaimana hukum-hukum Allah itu akan dapat diterapkan jika tidak ada lembaga berwenang yang dapat menjamin terlaksananya hukum-hukum Allah tersebut?
Sebagai contoh, di Indonesia, belum adanya hukum rajam bagi pezina adalah bukti bahwa penerapan hukum Allah belum diterapkan secara keseluruhan, kemudian hukum potong tangan bagi pencuri, belum ada. Pemerintah Indonesia lebih mempercayai hukum Belanda atau hukum sekuler lainnya dibandingkan hukum Allah. Naudzubillah.
Menurut saya, jika ada orang yang mengaku beragama Islam namun tidak percaya pada hukum Allah, maka hal itu termasuk penghinaan kepada Allah, karena meragukan kemampuan Allah dalam menciptakan hukum. Mereka lebih percaya pada kemampuan orang-orang Belanda, atau kaum-kaum sekuler dalam menetapkan hukum. Naudzubillah.
Hukum Allah
Mengenai hukum Allah, mungkinkah Allah menghendaki hukumnya bercampur dengan agama lain? hukum Allah adalah hukum Islam, karena Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoiNya.
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Islam Yang Mana?
Kebanyakan hal yang “diserang”oleh kaum sekuler adalah
“Islam yang mana yang harus diterapkan bila Syariat Islam memang diterapkan? Syafiie-kah? Maliki-kah? Atau yang lainnya?”
“Bukankah bila diterapkan salah satu mazhab akan menekan mazhab lain? Sejarah sendiri membuktikan bahwa dahulu Imam Hambali ataupun Imam Ibnu Taimiyah dikejar-kejar penguasa karena berbeda dengan mazhab mayoritas, bahkan hingga dipenjara”
Menurut saya, caranya adalah dengan menghargai mayoritas. Misal di Indonesia, bila mayoritas masyarakatnya bermazhab Syafiie, maka Islam Mazhab Syafiie-lah yang diterapkan dalam hukum Negara tersebut. Atau begini, dalam bermuamalah atau berhubungan dengan orang lain, maka Mazhab Syafiie diwajibkan, namun dalam hal ibadah spiritual yang dominan pada individu seorang, seperti shalat, maka tidak diwajibkan bermazhab Syafiie.
---
Saya memohon ampun kepada Allah atas kesalahan dan kelupaan saya dalam tulisan ini, berhubung saya masih belajar dan terus belajar. Silakan bagi yang ingin menanggapi, baik berupa dukungan, pertanyaan, maupun kritisi. Mari kita bersama sharing ilmu, pengetahuan, maupun wawasan.
FERDI IIPANDANI
ferdiiipandani@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar